"Kun Fa Yakun"
Andai sedetik saja Allah membiarkan satu planet diantara milyaran planet berputar di ruang tanpa kendali-Nya, apa yang terjadi? Mengapa kita masih sombong?
Hamim Thohari
Kemarau panjang yang mendera beberapa wilayah di negeri ini membuat banyak orang menderita. Mereka yang hanya mengandalkan air dari sungai dan sumur terpaksa harus berjalan berkilo-kilo meter hanya untuk mendapatkan sepikul air, itupun harus dilakukan dengan antri berjam-jam lamanya. Mereka tak hanya kehilangan sumber air, tapi sekaligus kehilangan sumber penghidupan. Sawah dan kebun mereka kering kerontang. Padi dan tanaman yang diharap-harapkan hasilnya menjadi puso, gagal panen. Dalam keadaan seperti ini biasanya orang mudah menengadahkan tangan, lau berdo’a: Ya Rabby, ya Tuhan kami.
Sementara di wilayah kota sebagian penduduknya sudah lebih maju. Untuk mendapatkan air cukup dengan membuka kran. Ketika air kran tak lagi mengucur, mereka cukup mengadu ke Perusahaan Air Minum (PAM) agar saluran airnya diperbaiki. Tak terucap dari mulut mereka pengaduan, ya Rabby, ya Tuhan kami. Mereka hampir tak menyadari dari mana datangnya air itu, seolah-olah yang membuat air itu adalah PAM. Kemajuan tehnologi memang telah memberi berbagai kemudahan kepada manusia, tapi acap kali dengan kemudahan-kemudahan itu manusia justru menjadi lupa. Padahal dengan tehnologi itu seharusnya mereka bertambah kesyukurannya.
Baik orang desa maupun orang kota mestinya menyadari bahwa air itu ciptaan Allah. Dialah yang mencipta, menurunkannya melalui hujan, dan dengan air itu bumi yang mati menjadi hidup, tanah yang kering menjadi subur. Tanam-tanaman tumbuh, berbuah, dan dengan itu manusia dapat menikmati hasilnya. Danau, sungai, dan sumur-sumur berisi air. Tehnologi hanya bisa mengalirkannya saja. Tentang hal ini Allah telah berfirman:
“Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit. Maka, diatur-Nya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya. Lalu, ia menjadi kering dan kamu melihatnya kekuning-kuningan. Kemudian dijadikan-Nya tanaman itu hancur. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. Az-Zumar: 21)
Siapakah orang-orang yang berakal? Mereka adalah orang-orang yang selalu menyadari bahwa nikmat air itu datangnya dari Allah. Air itu bukan buatan pabrik. Bukan pula bersumber dari PAM (Perusahaan Air Minum) atau PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) meskipun keduanya telah memopoli pendistribusiannya. Keduanya tak lebih sekadar penyedia jasa penyaluran air saja. Keduanya tak pernah bisa membuat bahan baku yang bernama “air”. Jika sumber-sumber air kering, PAM dan PDAM tak akan bisa berbuat apa-apa.
Di antara manusia yang sombong, mereka berkata: “Jika tidak ada hujan, bukankah manusia juga bisa menciptakan hujan buatan? Para ahli di bidangnya mengatakan bahwa hujan buatan itu tidak lebih dari sekadar memanfaatkan potensi hujan yang telah ada, bukan membuat hujan. Apalagi membuat air.”
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya Kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanam-tanaman yang daripadanya (dapat) makan binatang-binatang ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan?” (QS. As-Sajdah: 27)
Allah mengajak kaum muslimin untuk berfikir, merenung, dan memperhatikan segala kejadian alam. Melalui perenungan yang mendalam dan penelitian yang serius, pastilah akan dijumpai di sana tanda-tanda kebesaran Allah. Mereka yang akalnya sehat pasti mengakui kebesaran dan keagungan Allah.
Tidak tanggung-tanggung, dalam hal memikirkan masalah air, Allah mengajak kaum muslimin juga merenungkan tentang proses kehidupan, kematian, dan kebangkitan kembali setelah mati. Allah berfirman:
“Dan yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (QS. Az-Zuhruf: 11)
Kemajuan tehnologi semestinya tidak menjadikan manusia pongah, sombong, dan merasa tidak butuh lagi kepada Tuhan. Apalah artinya semua tehnologi canggih ciptaan manusia jika Allah tidak menyiapkan bahan bakunya? Apakah akan pernah ada pesawat terbang tanpa bahan baku ciptaan Allah? Bahkan manusia yang menciptakan berbagai tehnologi canggih itu sendiri adalah ciptaan-Nya. Mungkinkah manusia bisa hidup hanya dengan tehnologi, tanpa Allah?
“Ketahuilah ! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.” (QS. Al-Alaq: 6 – 7)
Allah-lah yang mengurus alam sepanjang hari, sepanjang waktu, sepanjang ada kehidupan, sampai hari akhir nanti. Dia-lah yang tidak pernah lalai, tidur, ataupun mengantuk. Dialah yang menjaga manusia sepanjang masa. Bukankah Dia telah berfirman?:
“Allah, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (makhluq-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan di bumi.” (QS. Al-Baqarah: 255)
Seandainya sedetik saja Allah membiarkan satu planet diantara milyaran planet yang terus berputar di ruang angkasa tanpa kendali-Nya, maka kehancuran alam pasti terjadi. Semua planet itu berputar tetap pada porosnya hanya karena kehendak dan penjagaan Allah. Tanpa-Nya, planet bumi yang di huni milyaran manusia ini sudah hancur berkeping-keping. Jika buminya saja hancur berantakan, bagaimana nasib penghuninya? Bagaimana dengan manusia?
Adalah sebuah kesombongan yang luar biasa jika ada manusia yang mengaku tidak membutuhkan Allah. Adalah sebuah kebodohan jika ada manusia yang tidak mau berdo’a kepada Tuhannya. Sebab do’a adalah sebuah pengakuan bahwa dirinya lemah dan ada kekuatan yang berada di atasnya. Do’a adalah seruan seorang hamba (orang yang merasa dalam posisi rendah) kepada Dzat yang lebih tinggi kedudukan dan kekuasaannya. Do’a adalah permintaan orang yang tidak punya kepada yang memiliki segala-galanya.
Allah Maha Kaya. Tidak sedikitpun berkurang kekayaan-Nya ketika mengabulkan permintaan hamba-Nya. Dalam sebuah hadits Qudsy Dia berfirman:
“Wahai hamba-hamba-Ku, kamu semua adalah sesat, kecuali yang Aku beri petunjuk. Maka mohonlah kepada-Ku hidayah, akan Ku-berikan kepadamu petunjuk.
Kamu semua fakir atau miskin, kecuali yang Aku berikan kecukupan. Maka mohonlah kepada-Ku rezeki, akan Ku-cukupi kebutuhanmu.
Kamu semua berdosa, kecuali yang Ku-maafkan. Maka, siapa yang mengetahui bahwa Aku Maha Pengampun, hendaknya mohon kepada-Ku ampunan, akan Ku-ampuni ia. Aku tak peduli (sebesar apapun dosanya).
Ketahuilah bahwa seandainya semua orang yang terdahulu dan yang akan datang; yang hidup maupun yang sudah mati; bersatu menjadi seorang hamba-Ku yang paling bertaqwa kepada-Ku, tidaklah hal itu menambahkerajaan dan kekuasaan-Ku, seringan apapun. Begitu juga seandainya seluruh manusia ini bersatu menjadi seorang hamba-Ku yang paling terkutuk, tidak pula hal itu mengurangi kerajaan dan kekuasaan-Ku, sekecil apapun. Seandainya semua berkumpul di satu tempat, dan setiap orang meminta apa saja yang diinginkan, kemudian Aku berikan semua permintaan mereka satu persatu, hal itu tidaklah mengurangi kekayaan-Ku seberat apapun, kecuali bagaikan seorang yang berlalu di tepi pantai, kemudian ia mencelupkan sebuah jarum ke dalam lautan dan mengangkatnya lagi. Sebanyak air di ujung jarum itulah yang berkurang dari kekayaan-Ku.
Yang demikian itu karena Aku Maha Pemurah dan Maha Agung. Aku berbuat sesuai dengan kehendak-Ku. Anugerah-Ku dapat terlaksana hanya dengan sepatah kata dari-Ku, dan azab-Ku juga dapat terlaksana hanya dengan satu ucapan dari-Ku. Sesungguhnya segala sesuatu itu akan dapat terjadi hanya dengan perkataan-Ku, “jadilah”, maka jadilah ia.” [diambil dari rubik Ibrah, Majalah Suara Hidayatullah]