M@sjeed

Renungan

Renungan
ketika lagi menyendiri dan ingin merenungi hidup ini..

Thursday, September 13, 2007

MEMBANGUN TRADISI ILMU DIBULAN RAMADHAN

Selain puasa, amalan afdhal Ramadhan adalah menambah ilmu. Ulama salaf gigih mengembangkan ilmu

Selain puasa, amalan afdhal Ramadhan adalah menambah ilmu. Ulama salaf gigih mengembangkan ilmu.

Oleh: Adian Husaini

Suatu ketika, pada akhir bulan Sya’ban, Rasulullah saw berkhutbah di hadapan para sahabat :

â€~’Wahai manusia, sesungguhnya kamu akan dinaungi oleh bulan yang senantiasa agung dan lagi penuh keberkatan; yaitu bulan yang didalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan ; bulan yang Allah telah menjadikan puasa-Nya suatu fardhu dan qiyam di malam harinya suatu tathawwu’. Barangsiapa mendekatkan dirinya kepada Allah dengan suatu perbuatan di dalam bulan itu, maka samalah dia dengan orang yang menunaikan suatu fardhu di bulan lain. Dan barangsiapa menunaikan suatu fardhu di bulan Ramadhan, samalah dia dengan orang yang mengerjakan tujuh puluh fardhu di bulan lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, sedangkan kesabaran, pahalanya adalah surga. Ramadhan adalah bulan memberikan pertolongan dan bulan Allah menambah rizki para mukmin di dalamnya. Barangsiapa yang memberi makanan berbuka di dalamnya kepada orang yang berpuasa, adalah yang demikian itu merupakan pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan dirinya dari api neraka. Orang yang memberikan makanan berbuka puasa, baginya seperti pahala orang yang mengerjakan puasa itu, tanpa sedikit pun berkurang.’’ (HR. Ibn Khuzaimah dari Salman r.a.; dikutip dari buku Pedoman Puasa, karya Prof. Hasbi Ash-Shiddieqy, 1986:20, dengan sedikit perubahan redaksi terjemahan).

Sebagai muslim yang meyakini hal-hal ghaib, semisal soal pahala dan dosa, maka kita perlu menyiapkan diri sebaik-baiknya dalam menyambut bulan Ramadhan. Di bulan inilah kita diberikan kesempatan untuk menabung pahala amal sebanyak-banyaknya, agar di akhirat nanti, timbangan amal baik kita lebih banyak daripada timbangan amal jahat; agar kita tidak muflis (bangkrut). Rasulullah saw menyebutkan adanya orang-orang muflis di hari kiamat. Yaitu orang-orang yang amal-amal baiknya habis dibagikan kepada orang lain. Orang seperti ini bangkrut karena semasa di dunia tidak menyelesaikan berbagai urusannya dengan orang lain, semisal masalah hutang, penyerobotan harta orang lain, penganiayaan, dan sebagainya. Karena itulah, seyogyanya kita memanfaatkan bulan Ramadhan untuk memperbanyak tabungan amal baik kita di akhirat.

Salah satu amal yang sangat tinggi nilainya di hadapan Allah adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan urusan keilmuan, baik menuntut ilmu, mengajarkannya, atau segala aktivitas yang terkait dengan pengembangan keilmuan. Melalui ilmulah manusia dapat mengenal Allah dan memahami cara beribadah kepada-Nya dengan benar. Hanya dengan ilmu manusia dapat memahami mana yang benar dan mana yang salah, mana yang tauhid dan mana yang syirik, mana yang halal dan mana yang haram. Allah SWT menjanjikan:

”Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS Al-Mujadilah:11)

Rasulullah saw juga bersabda:

”Barangsiapa yang dikehendaki Allah dengan kebaikan maka Allah menjadikannya faqih (memahami dengan baik) dalam masalah agama (Islam) dan mengilhami petunjuk-Nya.” (Muttafaq alaihi).

”Ulama adalah pewaris para Nabi.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ibn Majah dan Ibn Hibban).

”Manusia itu laksana barang tambang seperti tambang emas dan perak. Orang-orang yang terbaik di masa jahiliyah adalah orang-orang yang terbaik juga di dalam Islam, apabila mereka memahami Islam.” (Muttafaq alaihi, dari Abu Hurairah).

Umar r.a. berkata: ”Kematian seribu ’abid (ahli ibadah) yang mendirikan malam dan puasa di siang hari adalah lebih ringan daripada kematian seorang ’alim yang mengetahui apa yang dihalalkan dan yang diharamkan oleh Allah.”

Karena begitu pentingnya masalah keilmuan ini, maka Allah memerintahkan, dalam kondisi apa pun, maka masyarakat harus tetap memberikan perhatian terhadap ilmu. Bahkan disaat perang sekali pun. ”Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam ilmu tentang agama.” (QS at-Taubah: 122). ”Maka tanyakanlah kepada orang yang mempunyai ilmu, jika kamu tidak mengetahui.” (QS an-Nahl: 43).

Rasulullah saw bersabda:

”Barangsiapa menempuh jalan yang padanya dia menuntut ilmu, maka Allah telah menuntunnya jalan ke surga.” (HR Muslim).

”Sesungguhnya malaikat itu membentangkan sayapnya pada orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang ia lakukan.” (HR Ahmad, Ibn Hibban, dan Hakim).

”Barangsiapa didatangi kematian dimana dia sedang menuntut ilmu untuk menghidupkan Islam, maka antara dia dan para Nabi di surga adalah satu tingkat derajat.” (HR Ad Darimi dan Ibn Sunni dengan sanad hasan).

Ibn Abbas r.a. berkata: ”Mendiskusikan ilmu pada sebagian malam lebih saya sukai daripada menghidupkan malam itu.”

Imam Syafii rahimahullah berkata: ”Menuntut ilmu adalah lebih utama daripada shalat sunnah.” (NB. Hadits shahih dan hasan serta pendapat sahabat dikutip

dari Kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam al-Ghazali. Terjemahan oleh Drs. H. Moh. Zuhri, penerbit Asy-Syifa).

Para ulama yang merupakan pewaris para Nabi selama ini begitu gigih dalam mengembangkan keilmuan. Merekalah yang telah berjasa menjaga otentisitas Islam sehingga kita dapat mewarisi agama yang dibawa oleh Rasulullah saw ini. Kegigihan para ulama dalam mengembangkan keilmuan Islam begitu tingginya. Tradisi keilmuan itulah yang mampu mengantarkan kejayaan Islam dalam berbagai bidang kehidupan. Apalagi, saat misi Islam itu mendapat dukungan dari para penguasa yang baik.

Saat berkunjung ke Indonesia, Prof. Wahbah az-Zuhaili, penulis kitab al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu dan Tafsir al-Munir pernah ditanya, berapa jam beliau membaca dan menulis. Beliau menjawab: Tidak kurang dari 16 jam sehari. Imam Nawawi (w. 676 H), penulis Kitab Riyadhush Shalihin, al-Majmu’, dan Syarah Shahih Muslim, disebutkan bahwa beliau setiap hari belajar 8 cabang ilmu dari subuh sampai larut malam. Al-Mizzi, Ibn Katsir, Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, Ibn Hajar, al-Suyuthi, al-Sakhawi, dan ulama besar lainnya, menyisihkan lebih dari 15 jam per hari untuk membaca dan menulis. (Kisah beberapa ulama ini dikutip dari buku Selangkah Lagi Mahasiswa UIN jadi Kiyai, karya Dr. Ahmad Lutfi Fathullah).

Karena begitu besarnya keberkahan dan pahala yang dijanjikan Allah di bulan Rmadhan, maka sayang sekali, jika bulan Ramadhan nanti tidak kita manfaatkan semaksimal mungkin untuk menuntut ilmu dan mengembangkan berbagai aktivitas keilmuan lainnya.

Disamping berbagai aktivitas ibadah lain, aktivitas keilmuan harusnya tetap menjadi aktivitas utama di bulan Ramadhan. Ada tradisi yang baik di berbagai pondok pesantren di Indonesia saat memasuki bulan Ramadhan. Biasanya, mereka mengadakan ’pasan’, berupa kajian kitab-kitab di bulan Ramadhan secara maraton. ara santri, baik yang pendatang musiman maupun santri tetap, diwajibkan mengkaji kitab-kitab mulai habis subuh sampai malam hari, dengan beberapa kali penggal istirahat.

Tradisi keilmuan yang baik ini perlu dikembangkan lebih jauh. Sudah tiba saatnya di bulan Ramadhan ini, majlis-majlis taklim dan masjid-masjid bukan hanya mengadakan acara baca Al-Quran, tetapi juga mengadakan kajian tentang aqidah dan pemikiran Islam, kajian tentang ulumul Quran, ulumul hadits, bahasa Arab, dan berbagai kajian bidang keilmuan Islam lainnya. Sebab, virus-virus perusak pemikiran dan aqidah Islam kini bergentayangan begitu bebas di tengah-tengah kita.

Beberapa tahun belakangan ini, kita menyaksikan, kaum liberal di Indonesia juga ikut-ikutan memanfaatkan bulan Ramadhan ini untuk menyebarkan paham mereka.

Biasanya dilakukan dengan membuat program-program tertentu di media massa atau memanfaatkan forum buka bersama yang melibatkan berbagai aktivis lintas agama. Di zaman ’serba bebas’ seperti sekarang, kita tentu tidak bisa melarang mereka. Apalagi, mereka disokong oleh kekuatan-kekuatan media dan pendanaan global. Yang bisa kita lakukan adalah memahami dengan baik, maka ide yang benar dan mana ide yang bathil, dari mana pun datangnya. Kita hanya menyatakan, bagi kita amal kita dan bagi mereka amal mereka. Masing-masing akan bertanggung jawab di hadapan Allah nanti.

Mudan-mudahan Allah meberikan berkah kepada kita di bulan Sya’ban ini dan memberikan kesempatan kepada kita untuk memasuki bulan Ramadhan tahun ini dalam keadaan iman yang selamat dan badan yang sehat wal ’afiat. Amin

No comments:

maula

maula
putranya ust.Endang